Sabtu, 07 Maret 2015

Antara Remaja, Keluarga Dan Narkoba


Akhir-akhir ini fenomena kenakalan remaja makin meluas tidak hanya berupa kenakalan/ vandalisme tetapi mengarah kepada penganiayaan bahkan pembunuhan. Fenomena  ini sudah terjadi sejak dulu. Para pakar psikolog selalu mengupas masalah yang tak pernah habis-habisnya. Kenakalan remaja, seperti sebuah lingkaran hitam yang tak pernah putus. Sambung menyambung dari waktu ke waktu, dari masa ke masa, dari tahun ke tahun dan bahkan dari hari ke hari semakin rumit.

Masalah kenakalan remaja merupakan masalah yang kompleks terjadi di berbagai kota di Indonesia. Sejalan dengan arus modernisasi dan teknologi yang semakin berkembang, maka arus hubungan antar kota-kota besar dan daerah semakin lancar, cepat, mudah dan murah. Dunia teknologi yang semakin canggih, disamping memudahkan dalam mengakses berbagai informasi melalui berbagai media, disisi lain juga membawa suatu dampak negatif yang cukup meluas diberbagai lapisan masyarakat.

Kenakalan remaja ini biasanya dilakukan oleh mereka yang gagal dalam menjalani proses-proses perkembangan jiwanya, baik pada saat remaja maupun pada masa kanak-kanaknya. Masa kanak-kanak dan masa remaja berlangsung begitu singkat, dengan perkembangan fisik, psikis, dan emosi yang begitu cepat. Secara psikologis, kenakalan remaja merupakan wujud dari konflik-konflik yang tidak terselesaikan dengan baik pada masa kanak-kanak maupun remaja para pelakunya. Seringkali didapati bahwa ada trauma dalam masa lalunya, perlakuan kasar dan tidak menyenangkan dari lingkungannya, maupun trauma terhadap kondisi lingkungannya, seperti kondisi ekonomi yang membuatnya merasa rendah diri.

Kondisiseperti inilah yang mempermudah para bandar dan pengedar Narkoba mengarahkan sasarannya kepada kalangan remaja. Berbagai cara bujuk rayu yang mereka lakukan, seperti memasuki lingkungan pergaulan, memanfaatkan mereka sebagai pengedar, pemakai bahkan juga sebagai kurir. Dan semua berujung pada kesenangan semu, ekonomi yang terpenuhi, walaupun mereka menyadari sangat besar taruhannya terhadap masa depan.

Permasalahan Narkoba adalah isu kritis dan rumit yang tidak bisa diselesaikan oleh hanya satu pihak saja. Karena Narkoba bukan hanya masalah individu namun masalah semua orang. Mencari solusi yang tepat merupakan sebuah pekerjaan besar yang melibatkan dan memobilisasi semua pihak baik pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM) dan komunitas lokal, dan keluarga. Adalah sangat penting untuk bekerja bersama dalam rangka melindungi remaja dari ancaman bahaya Narkoba dengan memberikan alternatif aktivitas yang bermanfaat seiring dengan menjelaskan tentang bahaya Narkoba dan konsekuensi negatif yang akan mereka terima.

Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa sikap keluarga memegang peranan penting dalam membentuk keyakinan remaja dalam mencegah penyalahgunaan Narkoba. Upaya untuk mengubah sikap keluarga terhadap penyalahgunaan narkoba termasuk memperbaiki pola asuh orangtua dalam rangka menciptakan komunikasi dan lingkungan yang lebih baik di rumah. Dukungan dari orangtua merupakan model intervensi yang sering digunakan karena paling efektif untuk mencegah penyalahgunaan Narkoba dikalangan remaja yaitu melalui pendidikan keluarga. Orang tua diharapkan dapat mengawasi dan mendidik anaknya dengan memberikan alternatif kegiatan positif, memperhatikan lingkungan pergaulannya agar tidak terjerumus pada hal-hal yang distruktif.

Remaja membutuhkan informasi, cara-cara untuk meningkatkan daya tangkaldalam mencegah atau juga mengurangi dampak bahaya penyalahgunaan Narkoba dari orang lain. Salah satu upaya dalam penanggulangan bahaya penyalahgunaan Narkoba adalah dengan melakukan pendidikan keluarga.Maksudnya di sini adalah upaya dari setiap orangtua untuk menghindarkan anak-anaknya dari bahaya penyalahgunaan narkoba dengan cara:Pertama,memberikan pembekalan pengetahuan agama dan tata krama yang memadai.Kedua, memberikan pengawasan dengan mengupayakan setiap anggota keluarga saling mengetahui aktifitas masing-masing.Ketiga, menanamkan kasih sayang diantara anggota keluarga melalui komunikasi yang efektif diantara anggota keluarganyadan Keempat,harus menjadi tokoh yang dapat diidolakan / panutan, dapat berperan ganda sebagai teman atau guru, sebagai pendidik, pembimbing dan pengayom.

Dengan berbagai upaya tersebut di atas, mari kita segera peduli dengan menjaga kalangan remaja dan mengawasi anak-anak kita pada khususnya dari bahaya penyalahgunaan Narkoba, sehingga harapan untuk menelurkan generasi yang cerdas, tangguh dan berkualitas di masa yang akan datang dapat terwujud

Bunga Sirsak Dapat Menyembuhkan Kecanduan Narkoba

Pesan pendek dari Lampung masuk ke telepon genggam Ir.Syahril  M. Said,penangkar buah di Bogor pada penghujung tahun silam yang tertulis”setelah minum rebusan dan teh  bunga sirsak, anak saya bebas ketergantungan narkoba.”

Ingatan Syahril melayang pada pertemuanya dengan Irwanudin (bukan nama asli) – pengirim pesan tesebut setahun silam. Kala itu di pameran Flora dan Fauna di Lapangan Banteng, Jakarta Pusat ,Irwanudin yang hobi mengoleksi tanaman buah mengeluhkan anaknya yang kecanduan narkoba .Syahril saat itu menyarankan kosumsi bunga sirsak untuk terapi.

Coba saja pake bunga sirsak, siapa tahu bisa teratasi,”kata Syahril pada Irwanudin .Syahril Mengetahui bunga sirsak untuk terapi narkoba dari seorang tabib di Ciputat, Jakarta Selatan. Sepulang dari Jakarta ,Irwanudin merebus tiga kuntum bunga sirsak yang berwarna kuning,berbentuk mirip mahkota dan beraroma menyengat dalam dua gelas air ,lalu meminumkanya pada Budi Aslam anak lelakinya (bukan nama sebenarnya).

Budi yang bekerja di sebuah lembaga Negara memang sudah tiga tahun kecanduan narkoba. Karirnya nyaris terancam ketika Budi ketahuan mengomsumsi narkoba. Dengan di bantu keluarganya, Budi lau berusaha menjauhkan dirinya dari benda haram itu.

“Saya tak tega bila melihat dirinya sakaw (merasa nyeri dan kedinginan sehingga gemetar , sementara suhu tubuh di luar panas akibat putus dari narkoba , red).karena itu saya berusaha untuk membantunya ,”kata Irwanudin.

Di saat sakaw, Irwanudin memberi Budi terapi ke obat dokter. Terapi obat dokter itulah yang diganti bunga sirsak. Di saat sakaw, ia mengomsumsi sehari sebanyak dua kali.Namun berikutnya cukup sehari sekali. Belakangan ,bila panen bunga sirsak datang, bunga segar di keringkan menjadi mirip teh. Teh bunga sirsak itulah yang di kosumsi sehari – hari oleh Budi hingga kini.

Dua Terapi
Menurut Sujiwo Pramono ,dari Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta terapi obat dokter untuk narkoba terbagi dua. Yang pertama mengurangi hingga menghilankan kecanduan.yang kedua, mengobati kelainan atau gangguan kesehatan akibat kosumsi obat terlarang itu Sayang, gabungan terapi obat modern itu kerap terasa mahal oleh keluarga penderita termasuk keluarga Irwan. Banyak yang putus asa melepaskan ketergantungan pada narkoba karena biaya. Lantaran mahal itulah banyak yang beralih pada terapi herbal. “Keluarga pecandu memilih herbal karena murah, bahkan dapat di tanam di pekarangan, ”kata Dr Ferdinand Rabain, Seorang dokter  praktisi  herbal di Jakarta  Pusat.

Serupa dengan terapi modern, terapi herbal pun terbagi dua, yang pertama, efek kecanduan di atasi herbal yang bersifat hipnotik sedative ( memberi efek menenangkan, mengurangi gelisah dan rasa sakit, red) seperti biji pala .Dapat pula herbal yang bersifat  detoksifiksi – alias penghilang racun seperti temulawak
Menurut dr.Yuli Dahlan seorang dokter di pondok cabe, Jakarta selatan, pada kasus ini rebusan segar bunga sirsak dan teh bunga sirsak kering juga memberikan efek hipnotik sedative.

“karena bersifat penenang, bunga sirsak mengurangi kegelisahan pecandu saat sakaw,”katanya. Memang sejak dulu kala masyrakat amazon telah menggunakan rebusan akar, kulit,daun, dan bunga sirsak sebagai penenan.

Beberapa riset melaporkan herbal asal sirsak – bunga, buah ,akar,daun mengandung serotonin reuptake inhibitor (SRI) yang berperan meningkatkan kadar kadar serotonin di luar sel, perubahan kadar serotonin di otak akan mempengaruhi mood seseorang. Sayang, menurut Yuli, belum ada riset mendalam yang melaporkan peran sirsak serta bagian tanaman yang paling efektif untuk mengurangi ketergantungan pecandu narkoba.

Sementara yang kedua mengatasi kerusakan organ akibat narkoba. Itu dapat diatasi dengan herbal yang biasa dipakai mengobati organ tersebut misalnya bila hati yang rusak maka di obati dengan temulawak, sambiloto, atau rebung bambu kuning. berkurangnya daya ingat dibantu dengan mengonsumsi pegagan, tubuh yang kurang semangat di beri gingseng .

“Prinsipnya diagnosa dokter di perlukan untuk mengindentifikasi organ yang sakit atau melemah akibat narkoba. Baru di tentukan jenis terapi herbal yang tepat, ”kata Sujiwo.

Kemauan kuat  
Menurut Iwan Irawan, mantan pecandu narkoba di Bandung, Jawa barat , terapi obat dokter atau herbal untuk mengatasi kecanduan narkoba sifatnya hanya membantu. “Terapi itu hanya membantu agar tubuh yang sudah kecanduan tidak menderita. Kemauan kuat  untuk bebas dari narkoba adalah satu –satunya cara untuk melepas jeratan  obat haram itu jadi keinginan itu harus datang dari sendiri, ” kata Iwan.

Pada praktiknya, menurut Iwan seringkali kemauan untuk melepaskan diri itu tidak stabil alias turun naik. di saat itulah peran keluarga atau orang tersekat sangat penting.“Beri mereka kepercayaan bahwa pada dasarnya diri mereka baik. Lalu beri empati untuk membantu mereka melepaskan diri,”kata Iwan. Contoh nyata dialami Iwan sendiri. Ketika itu lima tahun silam saat ia berniat melepaskan diri dari narkoba, seorang tokoh masyrakat di Bandung, Jawa Barat, mempercayainya memimpin penghijauan kota bersama masyrakat.

“Saya merasa menjadi pribadi yang beharga. Terapi herbal atau obat dokter yang di jalani pun terasa lebih ringan ,”kata Iwan yang kini memiliki usaha yang bergerak di bidang penghijauan taman itu. Karena itu, menurut Ferdinand, gunakan herbal untuk terapi, murah dan tetap semangat memusuhi narkoba.

Resiko Apa Yang Dihadapi Seseorang Jika Menyalahgunakan Narkoba ?



Ketika seseorang mulai menyalahgunakan narkoba, maka mereka juga mulai'menghadai beragam masalah yang berhubungan dengan narkoba dalam hidup mereka'.
Paradoksnya adalah






Semakin banyak seseorang menyalahgunakan narkoba, semakin banyak masalah yang timbul dalam hidupnya.
Semakin banyak masalah yang mereka hadapi dalam kehidupannya, semakin banyak pula mereka menyalahgunakan narkoba.

Ciri Orang-orang yang mudah terjerat Narkoba


1. Kurangnya pemahaman, pengkhayatan, dan pengamalan Agama.

Agama mengajarkan pola hidup sehat, memberikan solusi untuk seluruh masalah, menganjurkan untuk menjaga diri sendiri dan lingkungan hidup yang jika dipahami, dikhayati, dan diamalkan secara sempurna, akan menuntun seseorang menuju hidup bebas Narkoba.

(Prof. DR. Zakiah Daradjat dalam bukunya yang berjudul ‘ilmu jiwa Agama’, menulis : “Masalah pokok yang sangat menonjol dewasa ini, adalah kaburnya nilai-nilai di mata generasi muda. Mereka dihadapkan kepada berbagai kontradiksi dan aneka ragam pengalaman moral, yang menyebabkan mereka bingung untuk memilih mana yang baik untuk mereka. hal ini nampak jelas pada mereka yang sedang berada pada usia remaja, terutama pada mereka yang hidup di kota-kota besar Indonesia, yang mencoba mengembangkan diri ke arah kehidupan yang disangka maju dan modern, di mana berkecamuk aneka ragam kebudayaan asing yang masuk seolah-olah tanpa saringan.
 
Sikap orang dewasa yang mengejar kemajuan lahiriyah tanpa mengindahkan nilai-nilai moral yang bersumber kepada agama yang dianutnya, menyebabkan generasi muda kebingungan bergaul karena apa yang dipelajarinya di sekolah bertentangan dengan apa yang dialaminya dalam masyarakat, bahkan mungkin bertentangan dengan apa yang dilakukan oleh orang tuanya sendiri di rumah. Kontradiksi yang terdapat dalam kehidupan generasi muda itu, menghambat pembinaan moralnya. Karena pembinaan moral itu terjalin dalam pembinaan pribadinya. Apabila faktor-faktor dan unsur-unsur yang membina itu bertentangan antara satu sama lain, maka akan goncanglah jiwa yang dibina terutama mereka yang sedang mengalami pertumbuhan dan perubahan cepat, yaitu pada usia remaja.
 
Kegoncangan jiwa, akibat kehilangan pegangan itu telah menimbulkan berbagai ekses, misalnya kenakalan remaja, penyalahgunaan narkotika, dan sebagainya. Dalam pengalaman kami menghadapi remaja yang oleh orang tua dan gurunya dianggap nakal (memang kelakuannya nakal, misalnya tidak mau belajar, menentang orang tua, mengganggu keamanan, merusak, dan sebagainya) dan mereka yang telah menjadi korban dari penyalahgunaan narkotika, terasa sekali bahwa yang terjadi sebenarnya adalah kegoncangan jiwa akibat tidak adanya pegangan dalam hidupnya.)

 2. Memiliki keyakinan Adiktif

Keyakinan adalah hal-hal yang diyakini seseorang dan dianggap benar, mengenai diri sendiri, orang lain dan dunia sekitarnya, yang mempengaruhi perasaan dan perilakunya sehari-hari. Keyakinan Adiktif adalah keyakinan yang menjadikan orang itu rentan terhadap kecanduan Narkoba. Misalnya :
  • Saya harus sempurna dan tampil sempurna
  • Saya harus menguasai dan mengendalikan orang lain
  • Saya harus memperoleh apa yang saya inginkan
  • Hidup harus bebas dari rasa sakit atau penderitaan
  • Saya ingin segalanya terjadi sesuai keinginan saya
  • Semua orang harus peduli dan mengerti terhadap saya
  • Saya ingin hidup ini bebas aturan
Dalam kenyataan, hal itu tidak mungkin tercapai. Oleh karena itu orang tersebut lalu mengembangkan keyakinan lain seperti :
  • Saya tidak pernah cukup puas (saya tidak berharga)
  • Saya tidak mampu mempengaruhi lingkungan saya
  • Narkoba atau sesuatu lainnya di luar saya memberi saya kekuatan yang saya inginkan
  • Takut mengakui perasaannya
  • Citra diri dan penampilan adalah segalanya

3. Kepribadian Adiktif

Kepribadian Adiktif adalah jati diri seseorang, yaitu pikiran, perasaan dan kemauan yang ditampilkan dalam perilakunya sehari-hari. Kepribadian yang menunjukkan bahwa orang itu rentan terhadap kecanduan Narkoba.


(Nilai-nilai moral yang akan diambilnya menjadi pegangan, terasa kabur, terutama mereka yang hidup di kota besar dari keluarga yang kurang mengindahkan ajaran agama dan tidak memperhatikan pendidikan agama bagi anak-anaknya. Seandainya keadaan ini dibiarkan berjalan dan berkembang , maka pembangunan bangsa kita akan terganggu, bahkan mungkin akan gagal. Karena tujuan pembangunan kita adalah untuk mencapai kesejahteraan hidup yang seimbang antara kemakmuran lahiriyah dan kebahgiaan batin, atau dengan kata lain, sifat pembangunan negara kita adalah pembangunan yang seimbang antara jasmani dan rohani, antara materiil dan spirituil, antara kehidupan dunia dan akhirat.
 
Secara nasional bahayanya adalah menghambat tercapainya tujuan pembangunan dan secara pribadi atau masing-masing anggota masyarakat, mereka akan kehilangan kebahagiaan. Coba bayangkan, bagaimana perasaan orang tua, ketika melihat anaknya malas belajar, suka melawan, menentang dan nakal atau terganggu jiwa, tidakkah mereka akan sedih? Di samping itu remaja sendiri merasa hari depannya kabur, yang biasa mereka sebut dengan masa depan yang suram, karena mereka tahu bahwa apa yang yang terjadi pada diri mereka itu adalah yang merugikan, tapi mereka tidak mampu mencari jalan keluarnya, lalu mereka mengatasi perasaan yang tidak menyenangkan itu dengan mencari obat penenang yaitu mencari narkotika atau kelakuan nakal.)

Ciri kepribadian Adiktif, antara lain :

Pola pikir Adiktif 

· Selalu mencari persetujuan dan perhatian orang lain
· Tidak mampu mengambil keputusan sendiri
· Tidak mampu mengendalikan emosi
· Kebutuhan akan ketergantungan pada sesuatu
· Banyak berkhayal

 Perasaan Adiktif


· Batin terasa hampa
· Hidup tanpa makna dan tujuan
· Perasaan sedih
· Perasaan beku atau hambar
· Takut mengambil suatu resiko

Perilaku Adiktif
 

· Kurang memiliki jati diri
· Kesulitan berhubungan dengan figure / orang / tokoh yang berkuasa atau berwenang
· Cenderung menyalahkan orang lain
· Kurang mapu mengatasi suatu masalah
· Kebutuhan akan pemuasan yang bersifat segera


4. Ketidakmampuan menghadapi masalah :
 
Orang yang tidak berlatih menghadapi masalah dan menyelesaikannya dengan baik dan benar cenderung mudah mengalami kebingungan dan frustasi. Ia lebih suka mencari penyelesaian yang bersifat seketika dan langsung memuaskannya.

5. Tak terpenuhinya kebutuhan Emosional, Sosial, & Spiritual :

Setiap orang membutuhkan perasan diterima oleh lingkungan terdekat terutama keluarga14, di sekolah dan diantara temantemannya, rasa aman, rasa dihargai, dan dicintai.

(Dr. A. Supratiknya menulis dalam bukunya yang berjudul ‘Mengenal Perilaku Abnormal’ : “yang dimaksud dengan hubungan orang tua – Anak yang patogenik adalah hubungan tidak serasi, dalam hal ini antara orang tua dan anak, yang berakibat menimbulkan masalah atau gangguan tertentu pada anak. Menurut Coleman, Butcher dan Carson (1980), ada tujuh macam pola hubungan orang tua –anak yang patogenik :
1) Penolakan. Bentuk-bentuknya antara lain : menelantarkan secara fisik, tidak menunjukkan cinta dan kasih sayang, tak menunjukkan perhatian pada minat dan prestasi anak, menghukum secara kejam dan sewenang-wenang, tak meluangkan waktu bersama anak, tak menghargai hak dan perasaan anak; memperlakukan atau menyiksa anak secara kejam.
2) Overproteksi dan sikap serba mengekang. Bentuknya antara lain mengawasi anak secara berlebihan, melindunginya dari segala risiko, menyediakan berbagai kemudahan hidup secara berlebihan, mengambilkan segala keputusan bagi anak, menerapkan aturan-aturan yang ketat, sehingga membatasi otonomi dan kebebasan anak.
3) Menuntut secara tidak realistik. Memaksa anak agar memenuhi standar yang sangat tinggi dalam segala hal, sehingga menimbulkan rasa tak mampu anak.
4) Bersikap terlalu lunak pada anak (over-permissive) dan memanjakan. Perlakuan ini dapat menjadikan anak egois, serba menuntut, dan sebagainya.
5) Disiplin yang salah. Artinya, penanaman disiplin yang terlalu keras atau terlalu longgar oleh orang tua. Sesungguhnya, yang penting adalah memberikan ramburambu dan bimbingan sehingga anak tahu apa yang dianggap baik atau buruk serta apa yang diharapkan atau tidak diharapkan darinya.
6) Komunikasi yang kurang atau komunikasi yang irasional. Mungkin orang tua terlalu sibuk sehingga kurang menyediakan kesempatan untuk berkomunikasi dengan anak. Atau tersedia cukup kesempatan untuk berkomunikasi, namun pesan-pesan saling disalahtafsirkan karena disampaikan secara tidak jelas, dengan cara pesan verbal dan pesan nonverbal saling bertentangan, atau dari pihak orang tua dengan cara melecehkan pendapat anak. Situasi komunikasi di mana terjadi ketidakcocokan antara kata dan perbuatan dalam menyampaikan suatu pesan oleh Bateson (1960) disebut ‘double bind’ atau pesan gAnda.
7) Teladan buruk dari pihak orang tua. Orang tua memberikan teladan yang tidak baik kepada anak, misalnya ayah pemabuk, berperangai buruk, pemarah dan kalau marah suka mengeluarkan kata-kata kotor, bersifat kejam dan senang memukul istri (‘wife batterer’) maupun anak; sedangkan ibu kurang setia menjalankan peran sebagai ibu rumah tangga, senang keluar rumah, dan sebagainya. Semua itu dapat menjadi persemaian bagus untuk melahirkan anak-anak yang bermasalah. – tambahan dari Penyusun.)

6. Kurangnya dukungan Sosial :  
Dukungan sosial sangat dibutuhkan seseorang dalam menghadapi masalah, terutama dukungan dari keluarga, teman sebaya dan masyarakat.

7. Tidak dapat menghadapi kenyataan :
 
Orang harus berlatih untuk dapat menerima kenyataan akan dirinya sendiri, baik kelebihan maupun kekurangannya. Juga harus belajar menerima kenyataan lingkungan sekitarnya dan tidak selalu mencari kambing hitam untuk dipersalahkan sebagai penyebab kegagalannya. Orang harus mengambil tanggung jawab atas kehidupannya sendiri.
 
Lebih lanjut, di bawah ini akan ditulis beberapa ciri-ciri kepribadian - terutama pada remaja - yang rentan terhadap penyalahgunaan Narkoba.
 
1. Perasaan rendah diri (inferiority complex)
2. Mudah kecewa.
3. Cenderung agresif dan destruktif.
4. Tidak mampu bersabar.
5. Suka akan sensasi.
6. Mengidap perasaan tertekan, murung, dan tidak mampu menjalankan fungsi sosial.
7. Cepat bosan.
8. Menderita gangguan psikoseksual, gagal mengembangkan identifikasi sesual yang tepat. Pemalu, takut mendekati dan didekati oleh lawan jenis.
9. Menderita keterbelakangan mental.
10. Kurang mempunyai motivasi untuk berprestasi.
11. Prestasi belajar cenderung menurun dan selalu rendah.
12. Kurang / tidak melibatkan diri dalam kegiatan ekstrakurikuler.
13. Cenderung mengidap gangguan jiwa : kecemasan, obsesi, apatis, depresi, menarik diri dari pergaulan, tidak mampu mengatasi stres, atau hiperaktif.
14. Cenderung tidak mematuhi peraturan.
15. Cenderung berperilaku menyimpang : melakukan hubungan seksual di luar nikah, membolos, agresif, anti sosial, mencuri, berbohong, berbuat kenakalan pada usia sangat dini.
16. Tidak senang berolahraga.
17. Cenderung makan berlebihan.
18. Mempunyai persepsi bahwa keluarganya tidak menyayanginya / tidak harmonis.
19. Mempunyai kebiasaan merokok sejak usia dini.
20. Suka bergaul dengan orang-orang yang menjadi pemabuk, penyalahguna Narkoba, atau pengedar Narkoba.
21. Suka berkunjung ke tempat hiburan.
22. Berasal dari dan berada dalam lingkungan keluarga yang kurang religius

(Johanes Lim, Ph.D, Menulis dalam NO PAIN NO GAIN ‘Metode sukses pribadi dalam studi, karier dan bisnis’ : “Seleksilah teman pergaulan Anda dengan saksama. Jangan bergaul dengan orang yang tidak punya tujuan hidup yang jelas, karena cenderung malas, hura-hura, dan pembolos. Lebih baik Anda tidak mempunyai teman daripada mempunyai teman yang buruk, malas, bodoh, apalagi jahat. Jika ada teman Anda yang membujuk, atau ‘memanas-manasi’ agar Anda turut melakukan perbuatan tercela (dan merugikan), misalnya dengan berkata, “Ayo cobalah merokok dan minum alkohol supaya kamu nampak dewasa, elit, kosmo, dan tidak kampungan!” janganlah Anda turuti! Bahkan sekalipun mereka mengata-ngatai Anda dengan ucapan pedas, seperti “Masak merokok dan minum saja tidak berani? Apakah kamu Banci?! Jangan Anda gubris olok-olok mereka, dan segera menjauhlah dari teman-teman seperti itu, karena berbahaya!) 

TAHAP-TAHAP PERUBAHAN

Memotivasi individu yang mengalami ketergantungan pada Narkoba untuk menghentikan pola penggunaan zatnya bukanlah hal yang mudah. Prochaska & Diclemente (dalam Bennet. 1998) mengatakan bahwa ada tahap-tahap perubahan yang dialami oleh seorang Pecandu Narkoba yang mempengaruhi proses pemulihannya.
 
Penjelasan tahap perubahan tersebut sebagai berikut :
  1. Precontemplation adalah tahap di mana Pecandu umumnya belum mau mengakui bahwa perilaku penggunaan Narkoba merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya. pada tahap ini seorang Pecandu akan menampilkan mekanisme pertahanan diri agar mereka dapat mempertahankan pola ketergantungannya. Jenis mekanisme pertahanan diri paling sering muncul adalah penyangkalan (denial) dimana pecandu selalu ‘mengelak’ atas kenyataan-kenyataan negatif yang ditimbulkan akibat penggunaan Narkoba. Jenis mekanisme pertahanan diri yang lain adalah mencari pembenaran (rasionalisasi), dimana pecandu akan selalu berdalih untuk melindungi perilaku ketergantungannya.
  2. Contemplation adalah tahap dimana pecandu mulai menyadari bahwa perilaku penggunaan Narkoba merugikan diri sendiri, keluarga dan lingkungannya, tetapi sering merasa ragu-ragu (ambivalen) untuk menjalani proses pemulihan. Proses wawancara motivasional sangat menentukan apakah pecandu kembali pada tahap precontemplation di atas atau justru semakin termotivasi untuk pulih.
  3. Preparation adalah tahap dimana individu mempersiapkan diri untuk berhenti dari pola penggunaan zatnya. Umumnya yang bersangkutan mulai mengubah pola pikirnya yang dianggap dapat membantu usahanya untuk dapat bebas dari Narkoba.
  4. Action adalah tahap dimana seorang pecandu dengan kesadaran sendiri mencari pertolongan untuk membantu pemulihannya 
  5. Maintenance adalah tahap dimana seorang pecandu berusaha untuk mempertahankan keadaan bebas Narkoba (abstinensia)
  6. Relapse adalah tahap dimana seorang pecandu kembali pada pola perilaku penggunaan Narkoba yang lama sesudah ia mengalami keadaan bebas Narkoba.
(Pertama, jika Anda menuruti tantangan mereka untuk merokok dan minum alkohol, maka tahap selanjutnya mereka akan menantang Anda lagi untuk mengganja, lalu minum pil koplo. Kemudian mungkin mereka akan menjerumuskan Anda menjadi pecandu heroin. Dan jika Anda tidak punya uang untuk membiayai rasa ketagihan Anda, maka Anda akan menjadi kriminal, apakah mencuri, merampok atau menjadi pengedar obat terlarang!
Kedua, reputasi, prestasi, dan masa depan Anda akan hancur berantakan! Pada waktu itu, menyesal pun sudah percuma, karena ibaratnya, nasi sudah menjadi bubur! 
Ketiga, biasanya teman-teman yang membujuk untuk melakukan perilaku yang buruk seperti itu adalah orang-orang yang berperilaku negatif, rendah diri, bodoh, malas, degil, dan jahat, jauhilah mereka! mereka iri terhadap prestasi dan reputasi Anda. Dan karena mereka tidak bisa mendapatkannya, mereka pun tidak ingin Anda memilikinya, dan
berupaya menghancurkan masa depan Anda, sama seperti masa depan mereka yang telah hancur! Saya tegaskan, hindari pergaulan yang buruk!” – tambahan dari Penyusun.
Dalam bukunya yang berjudul ‘Mengenal Perilaku abnormal’, Dr. A. Sutiknya, menulis : Struktur keluarga yang patogenik. Struktur keluarga sangat menentukan corak komunikasi yang berlangsung di antara para anggotanya. Struktur keluarga tertentu melahirkan pola komunikasi yang kurang sehat, dan selanjutnya berpengaruh terhadap munculnya gangguan perilaku pada sebagian anggotanya. Ada setidaknya empat macam struktur keluarga yang dapat melahirkan gangguan pada para anggotanya :
1) Keluarga tidak becus, yakni keluarga yang tidak mampu mengatasi problem sehari-hari dalam kehidupan keluarga karena berbagai macam sebab : tidak memiliki cukup sumber atau karena orang tua tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan secukupnya.
2) Keluarga yang antisosial. Yakni keluarga yang menganut nilai-nilai yang bertentangan dengan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat luas. Misalnya, orang tua memiliki kebiasaan berperilaku yang sesungguhnya melanggar hukum, seperti mencuri aliran listrik dengan cara menggantol, suka meminjam uang atau barang kepada orang lain dan tidak mengembalikan, suka mengambil barang-barang yang merupakan fasilitas umum, dan sebagainya.
3) Keluarga yang tidak akur dan keluarga yang bermasalah. Dalam keluarga yang tidak akur, ayah dan ibu cekcok melulu. Dalam keluarga yang bermasalah, salah satu dari kedua orang tua atau anggota keluarga lainnya berperilaku abnormal. Misal, ayah atau ibu atau salah seorang anak menderita gangguan mental tertentu.
4) Keluarga yang tidak utuh, yakni keluarga di mana ayah atau ibu tidak ada di rumah, entah karena sudah meninggal atau karena sebab lain, seperti perceraian, ayah memiliki dua istri, ayah bertugas di kota lain, dan sebagainya.)

Menguras Racun Narkoba


RUMAH sakit apa yang kini paling "favorit", banyak diserbu pasien— sehingga, untuk memasukinya, pasien rela masuk dalam daftar tunggu dulu? Rumah sakit tempat merawat pecandu narkotik dan obat berbahaya (narkoba). Lihat saja Rumah Sakit Ketergantungan Obat (RSKO) Fatmawati, Jakarta. Setiap hari, puluhan pecandu narkoba datang dengan kondisi memprihatinkan tapi tak bisa ditampung. Mereka terpaksa menunggu giliran masuk. "Apa anak saya disuruh nunggu sampai mati?" kata seorang ibu, khawatir.

Seorang ibu pecandu narkotik lainnya—yang juga tak bisa memasukkan anaknya ke RSKO Fatmawati—memilih segera melarikan anaknya ke tempat praktek seorang psikiater di bilangan Jakarta Selatan. 

Kondisi anaknya, Zaenal, yang sebelum dibawa ke rumah sakit sempat kejang-kejang, memang memprihatinkan. Sepanjang perjalanan bermobil menuju ke tempat sang psikiater, pengguna narkotik sejak dua tahun lalu itu tampak gelisah: berbicara sendiri, sesekali mencoba melafalkan beberapa potong ayat Alquran, atau menampar ibunya. "Begitulah kalau dia lagi sakaw (nagih). Dia enggak takut sama ibunya. 

Kalau ditanya, maunya bunuh diri saja. Bingung saya," ujar sang ibu, sedih.

Sesampai di tempat praktek dokter, Zaenal dan ibunya kembali menghadapi antrean panjang pasien. Kebanyakan dari mereka adalah pecandu narkoba. Membeludaknya pasien memang tak hanya terjadi di RSKO Fatmawati, tapi juga di tempat perawatan pecandu narkoba lainnya. Padahal, perawatan pecandu kini juga bisa dilakukan di klinik-klinik kecil, seperti klinik Al-Jahu, Jakarta, yang cuma berkapasitas 12 pasien. 

Bagaimana tak demikian bila jumlah penderita ketergantungan narkoba terus meningkat? Lima tahun lalu, hanya ada 130 ribu pengguna narkoba, sedangkan kini melejit 10 kali lipat.

Direktur Utama RSKO Fatmawati, Sudirman, mengakui bahwa pihaknya tak sanggup berbuat banyak. Jumlah pasien tahun lalu melonjak lima kali lipat dibandingkan dengan tahun 1997. Padahal, kapasitas rawat inap rumah sakit ini cuma 38 tempat tidur.

Sebenarnya, hampir semua rumah sakit di kota besar punya layanan penanganan pecandu narkoba. Di Denpasar, ada tiga rumah sakit—Sanglah, Bangli, dan Nina Atma—yang memiliki unit khusus narkoba. Di Jawa Tengah, pasien bisa datang ke Rehabilitasi Ketergantungan Obat (RKO) Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Semarang. Namun, menurut Hanafi, Wakil Direktur RSJ Semarang, cuma sedikit pasien yang berobat di sini. Rupanya, citra rumah sakit jiwa—tempat RKO bernaung—membuat pasien enggan datang. "Khawatir dikira gila," kata Hanafi.

Di Medan, satu-satunya rumah sakit yang melayani pasien narkoba adalah RS Sembada. Menurut Direktur RS Sembada, Frans Bangun, setahun terakhir ini fasilitas rawat inap Sembada selalu penuh. Pasien Sembada umumnya berasal dari kalangan menengah ke bawah. "Mereka yang mampu langsung berobat ke Jakarta," kata Frans.

Jakarta memang muara berbagai jenis pengobatan pecandu narkoba. Cuma,ongkosnya memang tak murah. 

Untuk proses awal pengobatan, detoksifikasi, ongkosnya sudah jutaan rupiah (lihat tabel). Besar-kecilnya biaya bergantung pada metode yang digunakan. Metode "konvensional", yang umumnya berlangsung seminggu, jauh lebih murah ketimbang metode detoksifikasi cepat, yang prosesnya cuma berlangsung sekitar enam jam.

Di Indonesia, saat ini setidaknya ada tiga model pengobatan yang umum dipergunakan dokter. Selain model "konvensional" dan detoksifikasi cepat, ada metode yang diberi label "Metode Prof. Dadang Hawari"—nama seorang psikiater di Jakarta yang menciptakan metode tersebut.

Apa perbedaan berbagai model pengobatan itu? Pada detoksifikasi "konvensional" atau alamiah, terjadi gejala putus obat selama tujuh hari. Pada saat itu, pasien merasa persendian tulangnya linu, kepala pusing berdenyut-denyut, dan badan menggigil sampai mengeluarkan keringat dingin. Rasa sakit yang menyiksa ketika sakaw inilah yang menyebabkan sebagian besar pasien gagal menyelesaikan proses detoksifikasi.

Para ahli lalu menciptakan metode yang tidak menyiksa, yang kini dikenal sebagai detoksifikasi cepat (rapid detoxification). Gejala sakaw pada metode ini sama sekali tak dirasakan pasien karena selama pengobatan mereka dibius. Metode ini pertama kali diperkenalkan pada Februari 1999 oleh Yayasan IQONI—yang beranggotakan dokter spesialis dari berbagai rumah sakit. Kini setidaknya ada tujuh rumah sakit di Jakarta yang menerapkan teknik itu.

Metode itu, selain mahal, sayangnya, hanya bisa dilakukan untuk pecandu putaw atau heroin. Agaknya, di sinilah kelebihan teknik Dadang Hawari, yang selain ongkosnya lebih miring, juga bisa diterapkan untuk kecanduan zat-zat lain seperti ganja, kokain, alkohol, dan amfetamin (shabu-shabu atau ekstasi). Pada metode Dadang, pasien diberi obat-obatan psikofarma, antidepresan, dan antinyeri yang bersifat tak menimbulkan ketagihan. Pasien yang menjalani terapi ini pun akan lebih banyak ditidurkan, tapi bukan dibius. 

Hanya, pada metode ini, pasien akan mengalami disorientasi atau hilang kesadaran, yang baru hilang pada hari ketiga atau keempat. Kesadaran penuh baru tercapai pada hari kelima atau keenam. Dan proses diakhiri para hari ketujuh setelah tes urine menunjukkan bebas dari narkoba.

Di Jakarta saat ini setidaknya ada empat rumah sakit—RS Agung, RS Indah Medika, RS Mitra Menteng Abadi, dan RS M.H. Thamrin—yang menerapkan metode detoksifikasi Dadang Hawari. Meski biayanya agak miring, masih banyak juga pasien yang enggan menjalani terapi ini karena umumnya mereka takut menghadapi gejala disorientasi.

Detoksifikasi sendiri barulah tahap awal dalam menyembuhkan pecandu. Meski tubuhnya sudah terbebas dari narkoba, sering pasien kambuh lagi karena ada sugesti untuk menggunakan heroin kembali. Untuk mencegah kekambuhan pada pecandu heroin, para dokter di sini biasa memberikan antagonis opiat, naltrexone—secara oral. Antagonis opiat yang harganya Rp 2 juta per 50 butir itu menyebabkan pasien tak dapat merasakan efek heroin lagi walaupun mereka memakainya.

Selain harus ada proses rehabilitasi lanjutan, dalam pengobatan penderita narkoba, pengawasan adalah faktor utama yang menentukan kesembuhan pasien. Sering faktor ini bahkan diabaikan oleh tempat rehabilitasi pecandu narkoba. Dony, pecandu narkoba, berkisah tentang pengalamannya di sebuah klinik di Galunggung, Tasikmalaya, Jawa Barat. Pasien dengan leluasa keluar-masuk lokasi tanpa pengawasan ketat. Akibatnya, "Gue makin hancur," kata Dony, "Tujuh bulan program, mutaw jalan terus." Padahal, klinik ini menarik ongkos Rp 1 juta per bulan.

Susahnya, klinik yang agaknya berorientasi bisnis seperti itu bukan cuma satu-dua. Menurut catatan Departemen Kesehatan, saat ini ada 4.761 sarana pengelolaan pecandu narkoba—meliputi rumah sakit, klinik, pusat kesehatan masyarakat, dan apotek. Setelah dievaluasi, terdapat 1.540 sarana yang tidak memenuhi standar minimal. Pada sarana-sarana ini, tingkat kebocoran penyaluran narkoba tergolong tinggi. Akhirnya, Departemen Kesehatan menerbitkan 416 surat peringatan, memberikan 27 peringatan keras, dan menutup kegiatan tiga klinik narkoba.

Sejauh ini, menurut Direktur Jenderal Pelayanan Medik, Sri Astuti Suparmanto, pemerintah sedang merintis standardisasi pengelolaan klinik narkoba. Yang bakal diatur meliputi prosedur, kualitas, dan tarif pengobatan—agar klinik narkoba tidak menjelma menjadi lahan bisnis tak terkendali yang hanya terjangkau kalangan berduit.

Hypnotherapy / Hipnoterapi / HypnoParenting untuk Narkoba

Dengan 1x4jam Hypnotherapy / Hipnoterapi / HypnoParenting , pemuda stress dan pemakai narkoba dan shabu shabu, merasa lebih tenang dan merasakan ada solusi dengan hipnoterapi di klinik Hipnoterapi kami di Bandung.

Seorang ayah dan ibu datang ke tempat hipnoterapi kami di Bandung, mengeluhkan problem putra pertamanya yang berumur 29 tahun, lulusan S1 sebuah institusi sangat ternama di negeri ini, kariernya bisa sangat cemerlang di kemudian hari, sbb:


  1. Pernah beberapa kali minum narkoba, dan sering kambuh, tetapi juga sering baik.
  2. Cuek, tidak mau mendengar kata dan nasehat ayah ibunya
  3. Sang putra ini sering membantu teman-temannya secara finansial, dan selalu meminta uang kepada orang tuanya untuk membantu ini.
  4. Tidak ada tanggung jawab dan sering bohong/mengingkari janji terhadap orang tuanya.
  5. Sering bermain Game Play Station berjam-jam.
  6. Sering SMS dan pakai HP berjam-jam.
  7. Selalu menghindar kalau ditanya tentang pacar (padahal pemuda ini ganteng).
  8. Tinggal di kost, sering pulang malam, membuat tidak nyaman keluarga kost-nya.
  9. Walaupun pernah “ditempeleng” oleh ibunya, tetap saja kelakuan buruknya tidak berubah.
  10. Walaupun demikian, sang putra tersebut “baik” (tidak suka mencuri, sopan).
“Pak Adhi, kami orang tua sudah pusing dan stress”
“Bayangkan pak, sudah kami nasehati sekian tahun, masih juga tidak mau menurut”
“Apa yang kami harus lakukan lagi?”
“Saya ingin di hipnoterapi, kalau perlu kami orang tuanya juga kalau perlu diterapi”
“Puluhan juta rupiah sudah saya keluarkan, tapi anak saya tidak mau juga membaik”, keluh ayahnya.

Bagaimana menyelesaikan masalah yang cukup berat ini cukup dengan 1x sesi terapi?

Saya melakukan intake interview kepada ayah ibunya secara terpisah, karena biasanya kedua orang tuanya ikut “andil” dalam problem narkoba / shabu-shabu.

Ternyata ibunya sangat keras, sangat disiplin dalam mendidik anak. Sang ibu ini sangat tidak suka dibohongi. 

Marahnya bukan main! Kecewanya bukan main! Tentang keuangan, sang ibu ini benar-benar “tidak kompromi”. Tentu saja ini membuat stress sang putra.

Sang ayah, walaupun tidak terlalu keras, tetapi ada “banyak” sikap yang “tidak disukai” oleh sang putra. Saya tentu tidak dapat menjelaskan sikap sang ayah di weblog ini.

Ketika saya lakukan intake interview kepada sang putra dalam keadaan trance, dia menyatakan diperlakukan seperti anak kecil oleh kedua orang tuanya, tidak dipercaya oleh orang tua, sering dimarahi dan dimonitor terlalu ketat oleh keduanya.

Tetapi, kalau sang putra melakukan hal-hal negatif seperti telah diuraikan di atas, bukankah hal-hal yang dilakukan orang tuanya (marah, keras, disiplin, dll) adalah benar?

Kalau begitu dimana masalahnya? Bagaimana solusi masalah ini?

Secara ilmu hypnosis, ketiganya melakukan “anchor” yang negatif, walaupun tujuannya positif. Solusinya antara lain adalah, kedua orangnya saya minta untuk mengubah “anchor” menjadi positif.

Dari pola-pola perilaku sang putra, sebenarnya perilaku negatif di atas, adalah bentuk “protes” pada kedua orang tuanya. Minum shabu-shabu hanyalah “pelarian” stress dari orang tuanya.

Singkat kata, kedua orang tuanya saya berikan “ilmu komunikasi” bahasa-bahasa hypnosis untuk berkomunikasi dengan sang putra, yang sekaligus mengubah anchornya. Ini adalah proses HypnoParenting yang saya berikan kepada orang tuanya.

Pada sang putra saya berikan sugesti untuk menghilangkan kebiasaan narkoba, lebih positif, mengerti orang tua, dan mempunyai tujuan hidup yang positif.

Dari sisi ilmu Hipnoterapi, saya menggunakan beberapa Advanced Hypnosis Technique, yaitu: Age Regression, Age Progression, Forgiveness Therapy, Change Personal History, Perception Position Therapy dan Outcome Based Therapy.

Pada akhir sesi hipnoterapi / hipnoparenting narkoba / shabu-shabu ini, kedua orang tua dan sang putra “manggut-manggut” dan menyadari problem dan kesalahannya, mengerti cara mengubah perilaku dan mendapatkan solusi agar sang putra menjadi lebih positif.

Perubahan Wajah Sebelum dan Sesudah Kecanduan Narkoba


Narkoba alias obat-obatan terlarang yang bikin orang ketagihan tidak hanya dapat merusak otak, tetapi juga dapat merusak penampilan. Wajah pecandu narkoba bisa terlihat berubah bahkan tampak sangat tua.

Obat-obatan terlarang dikenal dapat meningkatkan perasaan bahagia, euforia, rasa keintiman dengan orang lain, serta meredakan depresi dan kegelisahan. Tapi obat ini juga sangat berbahaya bila disalahgunakan.

Tak hanya merusak otak, obat terlarang seperti ekstasi dan heroin juga dapat merusak wajah, gigi serta mengikis kulit dan tulang.

Multnomah County Sheriff's Office di negara bagian AS, Oregon mengumpulkan gambar-gambar wajah pengguna obat terlarang dan sekarang termasuk pengguna dari semua obat keras termasuk kokain, heroin dan shabu.

Rata-rata usia pengguna narkoba yang disurvei menyatakan bahwa mereka mencoba narkoba atau alkohol pertama kali pada usia 12 tahun, dengan banyak pengalaman dimulai oleh anggota keluarga.

Berikut beberapa perubahan wajah yang terjadi pada pengguna obat terlarang, seperti dilansir Telegraph:

1. Perubahan wajah pecandu Methamphetamines atau ekstasi



Gambar kiri diatas adalah gambar ketika pecandu pertama kali menggunakan ekstasi tahun 2001 dan kanan adalah gambar wajah yang diambil pada tahun 2008.

2. Perubahan wajah pengguna ekstasi selama 8 bulan



Gambar kiri diatas adalah gambar pengguna ekstasi yang diambil pada Januari 2008 dan kanan adalah gambar yang diambil pada Agustus 2008.

3. Perubahan wajah pengguna ekstasi selama 7 bulan



Gambar kiri diatas adalah gambar pengguna ekstasi pada bulan Mei 2000 dan kanan gambar yang diambil pada November 2000

4. Perubahan wajah pengguna heroin



Gambar kiri diatas diambil pada tahun 2003 dan gambar kanan diambil pada tahun 2007.
 
5. Pengguna ekstasi yang wajahnya tampak tua



Gambar kiri diatas diambil pada tahun 2000 dan gambar kanan diambil pada tahun 2004.

6. Perubahan wajah pecandu heroin dan kokain